Blogger templates

Sabtu, 09 Mei 2015

Sejarah Ibnu Sina



TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH : SEJARAH IBNU SINA

   
NAMA MAHASISWA/NIM   : Fuad Hanif Hidayat
                                   
 JURUSAN                                : TEKNIK INFORMATIKA
                       
                       



STT IBNU SINA BATAM
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini. dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah yaitu Sejarah Ibnu Sina.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasar materi-materi yang sudah ada,yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kepada pembaca dalam belajar sejarah seorang filsafat serta memberikan pemahaman tentang nilai-nilai dasar yang dapat di refleksikan dalam berfikir dan bertindak.
Mudah-mudahan dengan mempelajari/membaca makalah ini,para pembaca mampu menhadapi masalah-masalah atau kesulitan yang muncul dalam belajar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karna itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa Penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah yang  penulis dapat paparkan dalam makalah ini kalau ada kata yang kurang mohon di maafkan sekian dan terima kasih.





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3  
BAB I. Pendahuluan ............................................................................................ 4
 A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
 B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
 C. Tujuan ............................................................................................................. 5


BAB II. Pembahasan........................................................................................     6
 A.  Biografi Ibnu Sina.......................................................................................... 6
      1.Latar belakang Kehidupan Ibnu Sina........................................................... 6
      2.Karya-karya Ibnu Sina................................................................................. 9
 B.  Filsafat Ibnu Sina........................................................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................. 26
 A. Kesimpulan...................................................................................................... 26
 B. Saran................................................................................................................ 27

Daftar Pustaka....................................................................................................... 27






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tidak selamanya ilmuwan berasal dari negeri Barat. Sebab yang berasal dari Timur Tengah pun tidak kalah jumlahnya. Salah satu ilmuwan dari belahan benua ini adalah Ibnu Sina. Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina adalah sosok filosof muslim yang banyak memperoleh penghargaan yang tinggi hingga masa modern.
Meskipun ia lebih dikenal sebagai seorang filosof dan ahli di bidang kedokteran, akan tetapi beberapa kajian yang dilakukan oleh generasi sesudahnya tentang pemikiran Ibnu Sina ditemukan beberapa pemikirannya tentang konsep pendidikan Islam. Oleh sebab itu, Ibnu Sina juga tercatat sebagai salah satu tokoh pendidikan Islam yang memiliki pemikiran brilliant.
Pemikiran Ibnu Sina tentang pendidikan Islam memang telah banyak dikaji oleh para ahli, tetapi tidak berarti kajian tersebut berhenti di situ saja. Pemikiran Ibnu Sina yang tertulis dalam karya-karyanya akan tetap relevan untuk dianalisis hingga saat ini sehingga menimbulkan dinamika keilmuan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang bersifat solutif terhadap berbagai permasalahan pendidikan Islam. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan kami jelaskan lebih lanjut mengenai pemikiran Ibnu Sina dalam pendidikan Islam.






B.     Rumusan Masalah
      1)      Siapakah Ibnu Sina?
      2)      Apa saja Karya-karya yang dihasilkan ibnu sina?
     3)      Apa saja pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh Ibnu Sina?

C.     Tujuan
a)         Untuk mengetahui sejarah singkat tentang Ibnu Sina.
b)                  Untuk mengetahui Karya-karya Ibnu Sina.
c)                  Untuk mengetahui pemikira filsafat yang di kemukakan oleh Ibnu Sina.













BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI  IBNU SINA
1.  Latar belakang Kehidupan Ibnu Sina
            Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Al-Husayn ibn Abdullah, dalam sejarah pemikiran Islam Ibn Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar, ia lahir pada 370 H. Bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak dekat Bukhara, di kawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balk, Khurasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur di salah satu pemukiman, sekarang wilayah Afganistan ( dan juga Persia) menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Dikalangan masyarakat barat ia dikenal dengan nama “Avicienna”. Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai filosof, psikolog, pujangga, pendidik dan sarjana Muslim yang hebat.
Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang kebetulan sedang berkunjung ke Bukhara. Beliau diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat sehingga membuat kagum gurunya.
Tetapi sebelum itu, Ibnu Sina sudah tekun mempelajari ilmu fiqih dari seorang ulama besar bernama Ismail yang tinggal di luar kota Bukhara. Dengan semangat yang tinggi, Ibnu Sina tidak keberatan harus bolak-balik ke rumah gurunya. Kecerdasan Ibnu Sina semakin terlihat saat beliau berusia 16 tahun. Ia sudah sanggup menerangkan kembali pada gurunya isi dari buku Isagoge (ilmu logika), buku al-Mages (ilmu astronomi kuno) dan buku Ecludis (ilmu arsitektur).
Beliau memang benar-benar murid yang cerdas. Di depan guru-gurunya, ia dapat menerangkan rumus-rumus dan berbagai kesulitan yang terdapat dalam buku-buku tersebut. Bahkan konon dalam bidang ilmu astronomi (perbintangan), beliau sudah sanggup menciptakan sebuah alat yang belum pernah dibuat para ahli sebelumnya.
Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina pun merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran, mulai mendik di bidang kedn, sehingga dalam waktu singkat ia meraih hasil yang luar biasa. Berkat ketekunan dan semangatnya yang tinggi dalam mempelajari ilmu tersebut, Ibnu Sina sanggup mengobati orang-orang yang sakit.
Semakin lama nama Ibnu Sina semakin terkenal, bukan saja disekitar Bukhara melainkan juga diberbagai pelosok wilayah. Orang-orang yang tertarik di bidang kedokteran mulai mendatangi Ibnu Sina untuk menimba ilmu darinya. Mereka juga mengadakan eksperimen-eksperimen mengenai berbagai cara pengobatan dibawah pengawasan dan bimbingan Ibnu Sina.
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais. Pemimpin utama (dari filosof - filosof).
Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum – minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum – minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran.
Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obta.
Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.











2.Karya-Karya Ibnu Sina
Karya-karya Ibnu Sina yang termasyhur dalam Filsafat adalah As-Shifa. As- Syifa’ ( The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).Buku ini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Seluruh buku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang ini tersimpan di Oxford University London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu :
1. Logika (termasuk didalamnya terorika dan syair) meliputi dasar karangan Aristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala materi dari penulis - penulis Yunani kemudiannya.
2. Fisika (termasuk psichologi, pertanian, dan hewan). Bagian - bagian Fisika meliputi kosmologi, meteorologi, udara, waktu, kekosongan dan gambaran).
3. Matematika. Bagian matematika mengandung pandangan yang berpusat dari elemen - elemen Euclid, garis besar dari Almagest-nya Ptolemy, dan ikhtisar - ikhtisar tentang aritmetika dan ilmu musik.
4. Metafisika. Bagian falsafah, poko pikiran Ibnu sina menggabungkan pendapat Aristoteles dengan elemen - elemennya Neo Platonic dan menyusun dasar percobaan untuk menyesuaikan ide-ide Yunani dengan kepercayaan - kepercayaan.
Dalam zaman pertengahan Eropa, buku ini menjadi standar pelajaran filsafat di pelbagai sekolah tinggi.
Selain buku itu,ada buku karya ciptaan ibnu sina,yaitu An-Najat dan Al-Isyarat. An-Najat adalah ringkasan dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, berisikan tentang logika dan hikmah.Lain dari pada itu, ia banyak menulis karangan- karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Walaupun ia sibuk dengan soal negara, tetapi ia berhasil menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur dalam bidang kedokteran adalah “Al-Qanun”  yang berisikan pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universitas Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “As-Syifa”.
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan, diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
  1. Kitab Qanun fi al-Thib, merupakan karya ibnu sina dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima abad. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam juga diajarkan hingga kini di Timur. Salah satu karya terbesar Ibnu Sina ialah al-Qanun Fii al-Tibb (peraturan kedoktoran). Di Eropah dan China buku ini sudah lama menjadi rujukan kedoktoran. Al-Qanun Fii al-Tibb diterjemahkan dengan judul Canon of Medicine digunakan sebagai rujukan utama dalam bidang perubatan di seluruh pusat pengajian Barat termasuk Universiti Franfurt di Jerman, Universiti Paris di Perancis, dan Universiti Oxford di England. Di dalam buku al-Qanun Fii al-Tibb karya Ibnu Sina dinyatakan bahawa “darah mengalir terus-menerus dalam satu kitaran dan tidak pernah berhenti”. Karya lain Ibnu Sina ialah al-Syifa (18 Jilid), iaitu tentang psikologi, pertanian, retorika dan syair; al-Rasa’il, iaitu tentang biologi, fizik, astronomi, psikologi, etika dan teologi; Al-Insyarah wa al-Tanbihat, tentang ketuhanan serta kemurnian hidup; dan Risalah al ‘Isyqa tentang kerinduan Ibnu Sina kepada Tuhan.
  2. Kitab As-Syifa, merupakan karya ibnu sina dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat dengan segala aspeknya
  3. Kitab An-Najah, merupakan kitab tentang ringkasan dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah, selain itu buku ini juga secara lengkap membahas tentang pemikiran Ibnu Sina tentang ilmu Jiwa.
  4. Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, merupakan karya Ibnu Sina dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab juga masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat hingga sekarang.
  5. Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah.Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian, diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman.
  6. Buku mengenai politik seperti: Risalah As-Siyasah, Fi Isbati an-Nubuwah, Al-Arzaq,
  7. Buku mengenai Tafsir seperti: Surah al-Ikhlas, Surah al-Falaq, Surah an-Nas, Surah al-Mu’awizataini, Surah al-A’la.
  8. Buku tentang Logika seperti: Al-Isyarat wat Tanbihat, al-Isyaquji, Mujiz, Kabir wa Shaghir.
  9. Buku tentang musik seperti: Al-Musiqa.
  10. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.
Ibnu Sina banyak menyumbang dalam tamadun Islam terutamanya dalam bidang perobatan. Kebijakan Ibnu Sina dalam bidang perobatan mendapat perhatian dunia. Ibnu Sina berjaya melakukan beberapa pencapaian dalam perobatan yaitu pertama, penemuan penyakit baru. Antara penemuan penyakit yang dikaji oleh Ibnu Sina ialah pengaruh kuman dalam penyakit, jangkitan virus seperti Tibi (TB), dan penyakit seperti rubella, alahan (allergy), cacar (smallpox), penyakit jiwa dan sebagainya.Kedua, Ibnu Sina mengkaji dalam bidang farmasi dan beliau dapat menghasilkan obat yang mujarab untuk berbagai jenis penyakit. Selain itu, beliau juga menemui untuk obat bius. Ketiga, Ibnu Sina membangunkan teknologi perobatan dengan membuat benang khusus untuk menjahit luka pembedahan dan lain-lain. Terdapat banyak lagi penemuan dan teori perobatan yang dikemukakan oleh Ibnu Sina dalam karya-karyanya. Kesan peninggalan Ibnu Sina dalam bidang ilmu perobatan telah berjaya. Beliau melakukan metode penelitian (observation) dan analisis. Berdasarkan metode ini, ilmu perobatan berkembang maju hingga sekarang. Ibnu Sina telah menulis buku berjudul Remedies for the Heart yang mengandung sajak-sajak perubatan.
Ibnu Sina banyak membuat analisis tentang berbagai penyakit dan menyebutkan lebih kurang 760 jenis penyakit serta kaedah merawatnya. Penyelidikan dan penulisan Ibnu Sina banyak mempengaruhi perkembangan ilmu perobatan moden. Ibnu Sina juga banyak telah menyumbang ilmu dan pemikiran. Ibnu Sina telah menghasilkan 116 karya dalam bidang falsafah, mantik, matematik, astronomi, kimia, fisika, biologi dan sains politik. Buku-buku tersebut telah dihimpun oleh Domonican Institute for Oriental Studies di Kaherah, Mesir. Pada 1950 Masehi ia telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan dinamakan Muallafat Ibni Sina (karya-karya Ibnu Sina). Jasa Ibnu Sina dihargai hingga hari ini.




B.FILSAFAT IBNU SINA
 1.   Filsafat Jiwa
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuk soal - soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran - pikiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak  memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mngandung arti bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh karena itu mereka berpendapat : Tiada yang berwujud selain dari Allah swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya, sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada. Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud), dalam arti wujud bayangan bergantung pada wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada; bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang punya bayangan.
Kalau kaum Mu’tazilah dalam usaha memurnikan tauhid pergi ke peniadaan sifat – sifat Tuhan dan kaum sufi ke peniadaan wujud selain dari wujud Allah swt, maka kaum filosof Islam yang dipelopori al-Farabi, pergi ke faham emanasi atau al-faidh. Lebih dari mu’tazilah dan kaum sufi, al-Farabi berusaha meniadakan adanya arti banyak dalam diri Tuhan. Kalau Tuhan berhubungan langsung dengan alam yang tersusun dari banyak unsur ini, maka dalam pemikiran Tuhan terdapat pemikiran yang banyak. Pemikiran yang banyak membuat faham tauhid tidak murni lagi.
Menurut al-Farabi, Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya sebagaimana kata Sayyed Zayid, adalah ilmu Tuhan tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya (al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.
Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal  - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :
    A.     Segi fisika yang membicarakan tentang macam - macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.
     B.     Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.
Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :
     1.     Jiwa tumbuh - tumbuhan (an-Nafsul  Nabatiyah) dengan daya - daya :
-      Makan (nutrition)
-      Tumbuh (growth)
-      Berkembang biak (reproduction)

     2.     Jiwa binatang (-Nafsul Hayawaniah) meliputi beberapa daya :
a.      Gerak (locomotion)
b.      Menangkap (perception) dengan dua bagian :
-      Menagkap dari luar dengan panca indera
-      Menangkap dari dalam dengan indera - indera dalam.
c.      Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera
d.      Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama
e.      Imaginasi yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi
f.      Estimasi yang dapat menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
g.      Rekoleksi yang menyimpan hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.

       3.     Jiwa manusia  (an-Nafsul Natiqah) meliputi dua daya :
Ø  Praktis yang hubungannya dengan badan
Ø  Teoritis yang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini   mempunyai tingkatan :
a.     Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.
b.    Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.
c.     Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.
d.    Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.

Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh - tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengan kesempurnaan.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Sedangkan menurut al-Ghazali di dalam buku – buku filsafatnya dia menyatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap tidak berubah – ubah yaitu al-Nafs­ atau jiwanya. Adapun yang dimaksud tentang al-Nafs adalah “substansi yang berdiri sendiri yang tidak bertempat”. Serta merupakan “tempat bersemayam pengetahuan – pengetahuan intelektual (al-ma’qulat) yang berasal dari alam al-malakut atau al-amr. Hal ini menunjukkan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisiknya. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat, sedangkan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, karena keberadaannya tergantung kepada fisik. Sementara dalam penjelasannya yang lain, al-Ghazali menegaskan bahwa manusia terdiri atas dua substansi pokok, yakni substansi yang berdimensi dan substansi yang tidak berdimensi, namun mempunyai kemampuan merasa dan bergerak dengan kemauan. Substansi yang pertama dinamakan badan (al-jism) dan substansi yang kedua disebut jiwa (al-nafs).

Jiwa (al-Nafs) memiliki daya – daya sebagai derivatnya dan atas dasar tingkatan daya– daya tersebut, pada diri manusia terdapat tiga jiwa (al-nufus al-tsalatsah) :
Pertama jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah) merupakan tingkatan jiwa yang paling rendah dan memiliki tiga daya 1) daya nutrisi (al-ghadiya), 2) daya tumbuh (al-munmiyah) dan 3) daya reproduksi (al-muwallidah), dengan daya ini manusia dapat berpotensi makan, tumbuh dan berkembang biak sebagaimana tumbuh– tumbuhan.
Kedua, jiwa hewani/sensitive (al-nafs al-hayawaniyah) yang memiliki dua daya  1) daya penggerak (al-mukharikah) dan 2) daya persepsi (al-mudrikah). Pada penggerakn (al-mukharikah) terdapat dua daya lagi yaitu 10 daya pendorong (al-baitsah) dan 2) daya berbuat (al-fa’ilah). Hubungan antara daya pertama dengan daya kedua sebagaimana hubungan daya potensi dan aktus, tetapi keduanya bersifat potensial sebelum mencapai aktualisasinya. Yang pertama merupakan kemauan dan yang kedua merupakan kemampuan. Karena itu al-Ghazali menyebut yang pertama iradah dan yang kedua qudrah.
Ketiga, jiwa rasional (al-nafs al-natiqah). Mempunyai dua daya !) daya praktis (al-‘amilah) dan 20 daya teoritis (al-alimah). Yang pertama berfungsi menggerakkan tubuh melalui daya – daya jiwa sensitive / hewani. Sesuai dengan tuntutan pengetahuan yang dicapai oleh akal teorities. Yang dimaksud akal teoritis adalah al-‘alimah, sebab jiwa rasional disebut juga al ‘aql. Al-‘alimah disebut juga akal praktis. Akal praktis merupakan saluran yang menyampaikan gagasan akal teoritis kepada daya penggerak.
Al-Ghazali didalam Tahafut al-Falasifah menyangkal 20 buah kesalahan para filosof muslim beserta pendahulu – pendahulu mereka yang berpaham teistik di Yunani. Para filosof yang disangkal oleh al-Ghazali ini terbagi kedalam tiga kelompok :
    1.     Filosof – filosof materialistik (dahriyyun)
Mereka adalah ateis – ateis yang menyangkal adanya Allah dan merumuskan kekekalan alam dan terciptanya alam dengan sendirinya.
    2.     Filosof – filosof naturalis atau desitik (thabi’iyyun).
Mereka melaksanakan berbagai riset di dalam alam semesta dan segala sesuatu yang menakjubkan di dalam dunia binatang dan tumbuh – tumbuhan. Melalui riset-riset itu mereka cukup banyak menyaksikan keajaiban – keajaiban di dalam ciptaan  Allah dan mereka menemukan kebijaksanaan-Nya sehingga akhirnya mereka mau tak mau mengakui adanya satu pencipta yang Maha Bijaksana. Walaupun demikian mereka tetap menyangkal adanya hari pengadilan, kebangkitan kembali dan kehidupan akhirat. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa, karenanya mereka memuaskan nafsu – nafsu mereka seperti binatang.

    3.     Filosof – filosof teis (ilahiyyun).
Mereka adalah filosoh – filosof Yunani seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Aristoteles telah mengkritik filosof – fiosof teis sebelumnya, termasuk Socrates dan Plato. Walaupun begitu, menurut al-Ghazali, Aristoteles masih mempertahankan sisa– sisa kekafiran dan kebid’ahan mereka  yang tak berhasil dilepaskannya.
Filsafat Aristoteles seperti yang disebarluaskan oleh penerjemah – penerjemah dan komentator – komentator karyanya (pengikutnya) khususnya al-Farabi dan Ibnu Sina terbagi ke dalam 3 kelompok :
    a.     Filsafat – filsafatnya yang harus dipandang kufur.
    b.     Filsafat – filsafatnya yang menurut Islam adalah bid’ah.
    c.     Filsafat – filsafatnya yang sama sekali tak perlu disangkal.
Tiga masalah yang menyebabkan kufur tersebut adalah :
Pertama, bahwa Allah hanya mengetahui hal – hal yang besar – besar dan tidak mengetahui hal – hal yang kecil - kecil.    
Kedua, bahwa alam ini azali atau kekal, tanpa permulaan.
Ketiga, bahwa di akhirat kelak yang dihimpun adalah ruh manusia bukan jasadnya

Ada empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina untuk membuktikan adanya jiwa yaitu :
    1.     Dalil alam - kejiwaan (natural psikologi).
    2.     Dalil Aku dan kesatuan gejala - gejala kejiwaan.
    3.     Dalil kelangsungan (kontinuitas).
    4.     Dalil orang terbang atau orang tergantung di udara

Dalil – dalil tersebut apabila diuraikan satu persatu adalah sebagai berikut :
    1.     Dalil Alam Kejiwaan
Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa – peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan (idrak, pengetahuan).
Gerak ada dua macam yaitu :
    1)    Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.
    2)    Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :
         a.     Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya batu dari atas ke  bawah.
         b.     Gerak yang  terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sdang berat badannya seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya jatuh (tetap) di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur – unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut ialah jiwa.
Pengenalan (pengetahuan) tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan – kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua – duanya dari Aristoteles.
Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan – kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda – benda tersebut hanya terdiri dari unsur – unsur yang satu maca, sedang benda – benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsur – unsurnya). Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda – benda yang bergerakmelawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur – unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat – alat (mesin ) yang bergerak dengan gerak yyang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat – alat (mesin – mesin) terseut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya. Ulama – ulama biologi sendiri sekarang menafsirkan fenomena kehidupan dengan tafsiran mekanis dan dinamis, tanpa mengikut sertakan kekuatan psikologi (kejiwaan).
Nampaknya Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab – kitab yang dikarang pada masa kematangan ilmunya, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi – sehi pikiran dan jiwa, yang merupakan genitalianya Ibnu sina.

    2.  Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.
Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur, maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.

    3. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).
Dalil ini mengatakan bahwa masa kita yang sekarang berisi juga masa lampau dan masa depan. Kehidupan rohani kita pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan kita yang kemarin, dan hubungan ini tidak terputus oleh tidur kita, bahkan juga ada hubngannya dengan kehidupan kita yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Kalau kita ini bergerak dalam mengalami perubahan, maka gerakan – gerakan dan perubahan tersebut bertalian satu sama lain dan berangkai – rangkai pula. Pertalian dan perangkaian ini bisa terjadi karena peristiwa – peristiwa jiwa merupakan limphan dari sumber yang satu dan beredar sekitar titik tarik yang tetap.
Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam, bahkan telah mendahului masanya beberapa abad, karena pendapatnya tersebut dipegangi oleh ilmu jiwa modern dan telah mendekati tokoh – tokoh pikir  masa sekarang.

    4.  Dalil Orang Terbang atau Tergantung di Udara.
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota – anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak akan ragu – ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi). Kalau   pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Dalil Ibnu Sina tersebut seperti halnya dengan dalil Descartes, didasarkan atas suatu hipotesa, bahwa pengenalan yang berbeda – beda mengharuskan adanya perkara – perkara yang berbeda – beda pula. Seseorang dapat melepaskan dirinya dari segala sesuatu, kecuali dari jiwanya yang menjadi dasar kepribadian dan dzatnya sendiri. Kalau kebenaran sesuatu dalam alam ini kita ketahui dengan adanya perantara (tidak langsung), maka satu kebenaran saja yang kita ketahui dengan langsung, yaitu jiwa dan kita tidak bisa meragukan tentang wujudnya, meskipun sebentar saja, karena pekerjaan – pekerjaan jiwa selamanya menyaksikan adanya jiwa tersebut.





2.   Filsafat Wujud Ketuhanan.
Dalam paham Ibnu Sina,essensi terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujud-lah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Kombinasi essensi dan wujud dapat dibagi :
  1. Essensi yang tak dapat mempunyai wujud (mumtani’al-wujud) yaitu sesuatu yang mustahil berwujud  (impossible being). Contohnya rasa sakit.
  2. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud (mumkin al-wujud) yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
  3. Essensi yang tak boleh dan tidak mesti mempunyai wujud (wijib al-wujud).
Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu kesatuan. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi ini mesti dan wajib mempunyai wujud selama lamanya. Wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.
Dalam pembagian wujud wajib dan mumkin, Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun antara lain: baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada “hadits” dan “qadim” sehingga, setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain.Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina telah menyatakan sejak awal “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepada iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.
Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran para mutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin antara qadim dan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang Tuhan yang menjadikan alam menurut kehendak-Nya, sedangkan dalil Ibnu Sina dalam dirinya terkandung pemikiran Yunani bahwa Tuhan yang tunduk dibawah “kemestian”, sehingga perbuatan-Nya telah ada sekaligus sejak qadim.
“Perbuatan Ilahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai berikut :
            Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang baharu. Dalam kitab An-Najat (hal. 372) dijelaskan bahwaadanyawajib wujud (Tuhan) itu adalah keseharusan dari segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain, dan semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabi’at yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru.Perbuatan Allah telah selesai sejak qadim, tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah-olah alam ini tidak perlu lagi kepada Allah sesudah diciptakan.
            Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak mempunyai tujuan apapun. Sehingga adanya alam merupakan perbuatan mekanis belaka atas adanya wajib al-wujud.
            Ketiga, jika perbuatan Ilahi telah selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, maka akan terbentuk “hukum kemestian”, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas.
Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti: shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum (mesti), wujub ‘anhu (wajib darinya). Hal ini digunakan oleh Ibnu Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”, karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperoleh kesempurnaan.
3.  Filsafat Wahyu dan Nabi
Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.
Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal  intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi - nabi.
Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untuk beramal dan menjadi orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka. Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namun demikian, wahyu teknis ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yang diperlukan, juga tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut tidak memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalam selubung simbol – simbol. Namun sejauh mana wahyu itu mendorong ?. Kecuali kalau nabi dapat menyatakan wawasan moralnya ke dalam tujuan – tujuan dan prinsip – prinsip moral yang memadai, dan sebenarnya ke dalam suatu struktur sosial politik, baik wawasan maupun kekuatan wahyu imajinatifnya tak akan banyak berfaedah. Maka dari itu, nabi perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorang negarawan tertinggi – memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yang sebenarnya.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagianUzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan
Diantara karya dari ibnu sina yang terpenting adalah
1)      Al – syifa’ latinnya sanatio (penyembuhan)
2)      Al- Najah, latinnya salus (penyelamat), keringkasan dari as-Syifa’.
3)      Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4)      Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi medis dan setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5)      Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6)      Hidayah al-Rais li al- Amir
7)      Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8)      Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
Menurut pendapat Ibnu Sina, jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan yang sesuai dan dapat menerima jiwa lahir di dunia ini. Sungguhpun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dengan demikian tidak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berpikir, yakni jiwa yang masih berhajat pada badan.
Mengenai pemikiran Ibnu Sina tentang kenabian, ia berpendapat bahwa Nabi adalah manusia yang paling unggul, lebih unggul dari filosof, karena Nabi memiliki akal aktual yang sempurna tanpa latihan atau studi keras, sedangkan filosof mendapatkannya dengan usaha dan susah payah. Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal  intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad.
B.Saran
Orang bijak mengatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”. Tidak ada sesuatupun dijagad raya ini yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Begitu pula dengan penyajian makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan-masukan yang berupa kritik maupun saran yang bersifat membangun guna pembuatan makalah selanjutnya. Sehingga penulis dapat membenahi sedikit demi sedikit kesalahan maupun kekurangan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
- Nasution , Harun.  1992. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. (Jakarta : Bulan Bintang)
-Zaenal Abidin, Ahmad, Ibnu Siena (Avecenna) Sarjana dan Filosuf Dunia, (Bulan Bintang, 1949)
-Zar,Sirajuddin. 2009. Filsafat Islam Filosof of Filsafatnya. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
-id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Sina

0 komentar:

Posting Komentar